Menjadi ‘Alim yang beradab



 Oleh : Rifki Azkya Ramadhan

(Alumni Pelajar PPI 50 Lembang)

Al-Husain ibn al-Manshur al-Yamani, Dalam kitab Adab al-‘Ulama wa al-Muta’allimin memberikan penjelasan mengenai adab seorang muta’allim ‘alim (seseorang yang berilmu) terhadap ilmunya. Setidaknya ada 11 poin yang hendak beliau sampaikan, diantaranya:


Pertama, Meluruskan jarum hati. Hendaknya seseorang menjadikan niatnya dalam belajar sebagai ajang pengharapan ridha Allah swt. Jangan sampai seperti yang Imam al-Ghazali ucapkan, bahwa ada 3 tipologi seorang yang berilmu, dan yang paling buruk ialah yang menjadikan jalan menuju akhirat sebagai jalan menggapai dunia. 


Kedua, memperbanyak muraqabah kepada Allah swt. Sejatinya ilmu membawa pada pemilknya pada tauhid yang paripurna. Sehingga membuatnya semakin dekat kepada Allah swt, karena takut kepada-Nya.


Ketiga, senantiasa menjaga dan memuliakan kesucian ilmu. Tidak sepatutnya bagi ‘alim memiliki sifat ambisi terhadap dunia. Hakikatnya ilmu menjadikan pemiliknya jauh dari nafsu duniawi, karena ia tahu, begitu dahsyatnya siksaan Allah swt, bila nafsu yang ia ikuti. Sehingga ia terdorong untuk zuhud terhadap dunia.


Empat, menjauh dari profesi atau pekerjaan yang dilarang syari’at, seperti pegawai bank konvensional, bar, tempat produksi barang haram dan lain sebagainya. Senantiasa menjauh pula dari hal-hal yang merusak kehormatan diri, karena sama saja ia dengan mengotori kesucian ilmu yang ada dalam dirinya.


Lima, senantiasa menjaga dan menegakkan syi’ar-syi’ar Islam. Wajib hukumnya bagi seorang ‘alim untuk selalu menjaga dan menegakkan syi’ar Islam, salah satunya dengan dakwah. Ia gentar akan gangguan apapun dalam rihlah dakwah. Ia ber-uswah pada Rasulullah saw, para sahabat dan ulama yang senantiasa bersabar akan medan dakwah yang penuh akan rintangan. Kerana mereka yakin, bila jihad ini terhenti yang ada hanyalah ancaman Allah swt dan Rasul-Nya bagi seorang ‘alim yang lalim pada ‘ilm-nya.


Keenam, tidak lengah pada amalan-amalan sunnah. Seringkali paradigma yang dimiliki mayoritas orang keliru dalam menyikapi amalan sunnah. Yang namanya sunnah itu para Ulama memahaminya sebagai amalan yang bila ditinggalkan akan berakibat kerugian. Karena berbeda dengan wajib, yang berlaku qadha’ jika tertinggal. Mereka pun tahu bahwa Allah swt mencintai hamba yang mendekati-Nya dengan amalan-amalan sunnah. 


Ketujuh, implementasi ilmu dalam ber-muamalah. Salah satu caranya ialah dengan bergaul dengan akhlaq yang mulia. Sebagaimana yang Rasulullah saw contohkan pada ummat-nya. Yakni senantiasa berprilaku mulia dan baik pada semua orang, tidak membeda-bedakan seseorang dalam hal dunianya.


Kedelapan, senantiasa mensucikan batin. Amat banyak sifat-sifat buruk yang bersifat bathiniyyah. Seperti takabbur, hasud, sum’ah, riya’, dan masih banyak lagi. Keburukan yang bathiniyyah sering kali hadir tanpa disadari, oleh karena itu perlu lah memperbanyak dzikir. Karena dengan dzikir hari akan sennatiasa lembut, suci dan terbebas dari sifat-sifat buruk.


Kesembilan, memaksimalkan waktu untuk ilmu. Semangat terhadap ilmu perlu ditanamkan dalam relung jiwa seorang penuntut ilmu. Karena hal itu akan mendorongnya untuk mendedikasikan dirinya baik dalam tenaga, waktu ataupun harta secara maksimal terhadap ilmu. Sebagaimana yang Imam Syafi’I lakukan yakni di siang hari ia tidak banyak makan, di malam hari ia tidak banyak tidur, namun sibuk untuk mencari ilmu dan menyusun kitab.


Kesepuluh, tidak merasa cukup akan ilmu yang didapati. Bila seseorang selalu menganggap bahwa dirinya sudah cukup dalam hal ilmu, maka hakikatnya dia bodoh. Ilmu itu tidak ada habis-habisnya. Bila sifat ini tertanam dalam diri seorang ‘alim maka ia akan merasa ilmunya lebih tinggi dari yang lain, sehingga enggan menerima ilmu dari siapapun.


Kesebelas, menyibukkan diri dalam menyusun suatu karya. Sudah menjadi tradisi ilmu para Ulama salaf, bahwa ilmu itu perlu dituangkan dalam tulisan. Rasulullah saw pun senantiasa menyuruh para sahabatnya untuk mengikat ilmu dengan tulisan. Oelh karena itu seorang ‘alim yang berperan sebagai pewaris para Nabi, perlu melanjutkan estafeta dakwah bil-kitabah para ualam sebelumnya. Regenerasi harus tetap berjalan

Posting Komentar

0 Komentar