Sebagaimana yang sudah lumrah diketahui, bahwa Al-Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril dan membacanya merupakan sebuah ibadah. al-Quran bersifat tanzil yang berarti tidak ditulis, menunjukan bahwa al-Quran itu tidak dikarang oleh campur tangan makhluk, sekalipun Nabi Muhammad saw. Karena sejatinya, al-Quran secara totalitas, lafazh dan juga maknanya, merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt.
Al-Quran yang secara totalitas bersifat tanzil, terbukti ketika al-Quran sendiri tidak mengalami sedikitpun perubahan seiring zaman berkembang. Tidak hanya demikian bahkan usaha penyerang barat yang semakin serius pun, tidak akan sanggup menggoyahkan al-Quran sebagai kitab suci umat islam. Sehingga ajaran eksklusifnya pasti akan tetap sama antara ajaran Islam yang ada di daerah satu dengan daerah lainnya, lantaran seluruh ajaran umat Islam bersumber pada satu sumber kebenaran yang sama yaitu al-Quran dan sunnah-Nya sebagai penjelas. Meskipun nanti ada ajaran yang memungkinkan perbedaan dalam furu'iyyahnya seperti fiqih, bukan dalam ajarannya yang bersifat qath'i seperti aqidah. Seperti contohnya dengan kemurnian keyakinan hati nurani, semua umat Islam akan percaya bahwa allah ialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan Nabi Muhammad ialah utusan-Nya. Semua itu tentu berkat jaminan dari Allah akan keotentikan al-Quran sampai zaman berakhir. Allah swt berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr, al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya.
Bagaimana solusinya agar al-Quran tetap terjaga keotentikannya sepanjang zaman? Tentulah para pejuang muda Islam yang menjadi perannya. Dengan hasrat dan asa pejuang muda yang tinggi, untuk berekspektasi menjadi seorang penghafal al-Quran, dan untuk melestarikan tradisi Islam seperti tulis-menulis, sanad dan lain sebagainya, membuat keotentikan al-Quran akan semakin kokoh tak tergoyahkan. Betapa hebatnya sang Nabi membedah bangsa arab, yang dulunya buta dengan tradisi tulis-menulis, menjadi pencetak sejarah tulis-menulis. Oleh sebab itu, begitu nabi menyampaikan wahyu-Nya kepada shahabat, mereka tidak ayal lagi untuk menuliskan wahyu yang disampaikannya. Bukan hanya sebatas ditulis, justru kemudian mereka hafalkan dan ditalaqikan kepada Nabi saw demi terjaganya keotentikan al-Quran. Patut disyukuri bahwa semua itu, tidak ada dalam agama lain, meskipun hanya sedikit. Ditambah lagi dengan wajibnya bagi seluruh umat Islam, untuk membacakan ayat suci al-Quran di setiap shalatnya, baik itu fardlu, maupun sunnah, sesuai dengan hafalan yang dihafalnya. Begitu pula tradisi sanad yang keberadaannya hanya terdapat dalam agama islam saja, sangat membantu dalam penjagaan keotentikan al-Quran. Dengan tradisi sanad ini yang bersambung kepada Nabi saw, umat Islam dengan mudah mengetahui cara baca al-Quran yang benar, sesuai dengan bacaan dicontohkan oleh Nabi saw.
Namun kian kata "lafazh" banyak diartikan dan dipandang menurut cara pandang yang menyeleweng dari semestinya, khususnya orang barat. Orang-orang barat sana mengartikan kata "lafazh" dengan kata "text" yang berasal dari kata "texere" yang artinya ditulis, dianyam, dikarang dan lain sebagainya. Maksudnya mereka memandang al-Quran sebagai salah satu teks yang tidak ada bedanya dengan teks bibel. Sebab orang-orang barat tidak percaya kepada sesuatu yang tanzil, melainkan percaya kepada sesuatu yang ditulis dan dikarang, sebagaimana bibel mereka seperti injil matius, markus, dan lainnya itu dikarang oleh para pengarangnya. Itulah mengapa jika redaksi kitab dan ajaran mereka, selalu berubah-ubah di setiap zaman, lantaran kitabnya yang sudah diwarnai dengan unsur manusiawi. Konon katanya bahwa manusia yang ikut campur terhadap redaksi, diberi banyak inspirasi oleh Tuhan, tetap akan bersifat manusiawi lantaran diredaksikan dengan campur tangan manusia. Sebagaimana yang ditulis oleh seorang penulis buku pengantar ke dalam perjanjian baru (injil); Dr. C. Groenen menyatakan "Konsili Vatikan II juga menggarisbawahi bahwa inspirasi tidak mematikan aktivitas pribadi para penulis, sehingga betapa suci pun al-Kitab, ia tetap manusiawi"
Seluruh kitab yang diturunkan Allah kepada umat manusia, tentu sudah dipastikan bersifat tanzil. Maka dari itu, seluruh manusia dituntut untuk senantiasa beriman kepada seluruh kitab Allah, bukan hanya beriman kepada al-Quran saja. Seperti kitab zabur yang dibawakan oleh Nabi Daud, kitab taurat yang dibawakan oleh Nabi Musa, kitab injil yang dibawakan oleh Nabi Isa. Namun yang tepat menjadi pertanyaannya bagaimana dengan kitab-kitab sekarang yang sudah diwarnai dengan campur tangan manusia? Rasulullah saw dari sejak dulu menuntut umatnya agar senantiasa tawaqquf dengan kondisi kitab-kitab lain yang kini telah pudar sebagian keautentisitasnya . Yakni tidak membenarkan, dan tidak pula menyalahkan. Karena memang tidak semuanya kebenaran mereka singkirkan dari kitab tersebut, dan terbukti masih ada cercahan-cercahan kebenaran. Bagaimana cara mengetahui kebenaran yang ada pada kitab sekarang? Tentunya kita kembali pada genggaman petunjuk al-Quran yang berperan sebagai pembenar kitab-kitab lain. Jadi jika ada yang semakna dengan hukum dalam al-Quran, maka itulah sisa-sisa kebenarannya.
0 Komentar