Kisah Preman Pensiun


Oleh : Muhammad Falah 
(Pengajar Madrasah Uswatun Hasanah)


Tepat setelah ashar menghadap, saya berbincang dengan salah satu preman yang sedang memperbaiki diri. Depan kantin Pesantren Persis 27 tepatnya, saya beserta dirinya berbincang perihal adaptasi berhijrah. Sekitar 50 menit kami menghabiskan waktu itu berdua. 


Ia menempuh perjalanan hidup selama 17 tahun bergabung bersama teman teman jahiliyyah (preman) nya. Hingga suatu ketika, hatinya tertarik dengan majlis ta'lim. Tak ada satu pun yang mengajaknya, hanya hatinya yang mendorong tuk menyimak majelis tersebut. 


Bertempat di Masjid Agung Bandung ia memulai hijrahnya. Berpakaian seadanya –jeans robek-robek serta jaket ala preman juga kalung dan gelang besi yang dipakainya– ia menyimak dengan serius. Meski yang disekitar dirinya merasa aneh dan enggan untuk duduk bersebelahan atau dekat dengannya. Tapi bermodalkan niat dan tekad yang kuat, ia jalani dengan stay cool saja.


Membahas "Hidayah" dari sang ustadz, menjadikan dirinya semakin tertarik akan derajat seseorang. Dan benar saja, sang ustadz pun setelah pengajian selesai memanggil dirinya dan mengajaknya tuk menjadi bagian dari struktur organigram masjid tersebut. Senang bukan main. Tapi masalahnya dia tidak mengerti. Maka sang ustadz pun menjadikannya anak buahnya –office boy– saja. 


Tak menjadi penghalang mendapat perhatian seperti itu, akhirnya dirinya pun mencoba belajar kembali, tapi bukan hanya ke satu masjid. Justru ke berbagai masjid. Salah satu masjid yang sering ia kunjungi adalah masjid Pajagalan Bandung. Dan disana pula ia menemukan seorang mawar merah yang menjadikan hatinya tersangkut padanya. 


Sampai akhirnya ia sedikit paham akan agama. Tapi disisi lain, dia tak ingin meninggalkan teman-teman jahiliyyah nya dahulu yang bisa membuat dirinya tertawa. Ia buktikan dengan pakaiannya. Setiap kajian yang ia hadiri, ia selalu menggunakan pakaian ala preman, dan itu tak membuatnya tersinggung. Justru membuat dirinya sangat bersyukur.


Mendakwahkan kebaikan kepada temannya sekarang menjadi hobi baginya. Dengan tajuk "hidayah" ia mengajak teman temannya. Dan Allah pun membalas sedikit dari sekian banyak nikmatnya, yaitu anaknya sekarang menjadi pembimbing santriwati di pesantren ku


Menurutnya 

JIKA KITA INGIN DERAJAT KITA TINGGI DIHADAPAN ALLAH MAKA MULAILAH DARI DIRI KITA SENDIRI, PERGUNAKAN WAKTU KITA TUK MENUNTUT ILMU KAPAN PUN DAN BAGAIMANA PUN ITU.

Posting Komentar

0 Komentar