Salman Al-Farisi : Kisah Perjalanannya Menemukan Kebenaran

 




 Oleh : Rifa Tiara Fauziah

(Pelajar Pesantren Persis 27 Situaksan Bandung)

Salman Al-Farisi adalah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal dari Persia. Kisah kepahlawanannya telah masyhur karena kecerdikannya membuat strategi jitu penggalian parit di sekeliling kota Madinah, yaitu saat terjadinya perang Khandaq pada tahun kelima Hijrah.

Lahir pada tahun 568 M, Salman Al-Farisi memiliki nama lengkap Mabah bin Budzkhasyan bin Mousilan bin Bahbudzan bin Fairuz bin Sahrk Al-Asfahani. Beliau berasal dari desa Ji di kota Isfahan, dan ayahnya merupakan seorang bupati di daerah tersebut.

Sebelum datangnya islam, beliau merupakan pemeluk agama Majusi dan diberikan tugas sebagai penjaga api. Hingga pada suatu hari beliau diminta pergi mengunjungi sebidang tanah milik ayahnya. Dalam perjalanannya menuju tempat tersebut, beliau melewati sebuah gereja kaum Nasrani, dan merasa tertarik dengan cara sembahyang mereka. Beliau menganggap bahwa agama Nasrani ini lebih baik dibanding apa yang dianutnya selama ini. Namun ketika beliau menceritakan hal tersebut, ayahnya kemudian merantai kakinya dan memenjarakannya.

Tak mempegaruhi tekadnya dalam mencari kebenaran, beliau pergi menuju Syria, tempat dimana agama Nasrani tersebut berasal. Beliau dipertemukan dengan seorang pendeta dan berkhidmat di dalam gereja. Sayangnya, beliau kecewa dengan pendeta tersebut yang memerintahkan kaumnya untuk membayar sedekah, namun ia malah menyimpan harta tersebut untuk dirinya sendiri.

Sebelum pendeta tersebut meninggal, Salman bertanya dan meminta wasiat siapa yang sebaiknya ia ikuti jika pendeta tersebut telah tiada, dan beliau ditunjukkan kepada sosok laki-laki yang tinggal di Mosul. Demikianlah pencarian agama yang dilakukannya terus berlanjut hingga mengantarkannya ke kota Nasibin dan Amuriyah.

Dari pendeta sanalah Salman mendapat wasiat tentang seorang Nabi yang akan diutus dengan membawa millah Ibrahim, nabi tersebut akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Disebutkan pula tanda-tanda yang jelas, bahwa Nabi tersebut tidak mau memakan shadaqah , sebaliknya bersedia menerima hadiah, dan terdapat cap kenabian di pundaknya.

Pencariannya terus berlanjut hingga ke jazirah Arab, tepatnya di suatu negeri bernama Wadil Qura. Meski dalam perjalanannya beliau dijadikan budak, namun hal itu tidak menjadikannya putus asa dalam mencari sosok Nabi tersebut. Kamudian beliau dibeli oleh seorang Yahudi dari Bani Quraidhah dan dibawa ke Madinah.

 

Di kota suci inilah beliau dipertemukan dengan sosok Rasulullah SAW. Berbekal tanda-tanda yang telah dikhabarkan kepadanya, setelah menyaksikan seluruh tanda tersebut beliau menyatakan dirinya masuk islam dan menjadi seorang muslim yang baik.

Posting Komentar

0 Komentar