Oleh :
Muhammad Falah Dhiyaulhaq
(Mahasiswa UII Yogyakarta)
Di sini penulis akan menjelaskan beberapa perempuan yang dikenal oleh bangsa Indonesia dengan ketangguhannya melawan penjajah juga semangat mereka untuk memajukan bangsa Indonesia dari keterpurukan yang sangat panjang.
Inilah rangkuman dari buku karya M. Anwar Jaelani yang berjudul
"50 Pendakwah Pengubah Sejarah".
1. Rohana Kudus/Siti Rohana
Beliau merupakan seorang muslimah yang lahir di Minangkabau, 20 Desember 1884.
Pada saat itu perempuan hanya diperbolehkan belajar agama saja, sehingga mereka mengalami masa terbelakang; tidak bisa baca-tulis dalam fann ilmu mana pun.
Rohana datang dengan membawa ruh baru bagi kaum perempuan, yang dilakukannya justru keluar dari zona perempuan kala itu.
Pada tahun 1911 beliau berusaha mendirikan sebuah sekolah khusus perempuan yang mengajarkan keterampilan tangan, serta pendidikan dasar seperti menulis, membaca, berhitung, beradab, juga mengajarkan bahasa Arab dan Latin.
Tak hanya itu, Rohana terus mengembangkan bakatnya tersebut dan beliau yakin bahwa jikalau pemikirannya ingin tersebar di masyarakat secara lebih luas, maka tulisanlah yang akan membantunya.
Akhirnya Rohana merintis pendirian sebuah surat kabar berjudul Soenting Melajoe (Sunting Melayu) yang dikenal tajam; di dalamnya banyak sekali pertentangan terhadap kolonial, juga gagasan beliau untuk memajukan kaum perempuan. Hingga pada tahun 1916 Rohana pindah ke Bukittinggi dan mendirikan lembaga pendidikan bernama Rohana School di sana.
Maka dengan perjuangannya tersebut Rohana Kudus dinobatkan sebagai Perempuan Pendidik sekaligus Jurnalis Pertama di Indonesia.
2. Rahmah El-Yunusiyah
Lahir di Padang, 20 Desember 1900 dengan latar belakang keluarga yang terpelajar dan religius mendorongnya agar tak kalah hebat dengan para leluhurnya. Dia berilmu kepada guru-guru terkenal kala itu seperti Haji Abdul Karim Amrullah, Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Syaikh Abdul Latif Rasjidi, dan yang lainnya. Semasa beliau sekolah di Diniiyah School kala itu, dia melihat bahwa pembelajaran bagi perempuan tidak sesuai dengan kodratnya. Maka dengan itu pada 1 November 1923, beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Diniyyah Puteri School .
Alasan didirikannya Diniyyah Puteri School dikarenakan beliau melihat pendidikan bagi perempuan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Menurutnya perempuan harus dididik agar bisa menjadi pemeran yang baik di keluarga maupun di masyarakat. Dengan disampaikannya ilmu agama, serta pelajaran umum dan berbagai keterampilan yang diajarkan, diharapkan Diniyyah Puteri School bisa menjadi secercah kebangkitan bangsa Indonesia.
Dan terjadi. Tujuan yang dirumuskan oleh Rahmah pun terwujud, Alumni-Alumni sekolah tersebut menjadi seorang ibu dan pendidik yang cakap, aktif, dan bertanggung jawab atas kesejahteraan generasi-generasi bangsa Indonesia, satu di antaranya adalah Rasuna Said.
Pada tahun 1926 gempa menghancurkan sekolah tersebut, tapi dengan tekad yang kuat Rahmah kembali membangunnya. Sehingga dengan keuletan yang dia miliki, pada tahun 1955 seorang Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Syaikh Abdurrahman Taj tertarik dengan sekolah tersebut dan berkunjung ke sana. Dia tertarik dengan sistem yang diterapkan di Diniyyah Puteri School lalu tak lama berselang Al-Azhar membuka pendidikan khusus perempuan yang bernama Kulliyyat al-Banāt yang termotivasi melalui sekolah yang telah Rahmah dirikan.
Oleh karena itu pada 1957 Al-Azhar menganugerahi gelar kepada Rahmah dengan gelar SYAIKHAH (Guru Besar Wanita).
3. Zakiah Daradjat
Lahir di Bukittinggi, 6 November 1929 tidak menjadikannya malas untuk mengembara. Menamatkan pendidikan hingga S3 merupakan cita-citanya. Terbukti ketika beliau belajar di SD Muhammadiyah lalu melanjutkan ke Kulliyatul Muballighat setelah itu ke SMA dan merangkap di tahun 1951 ke UIN Yogyakarta di Fakultas Tarbiyah, lulus tahun 1956 dan mendapatkan beasiswa program S2 Fakultas Pendidikan di Univ Ein Shams, Kairo. Lalu menamatkan studi tahun 1959 dengan tesisnya Spesialisasi Mental Hygiene. Selepas S2 di Kairo beliau melanjutkan pendidikannya hingga S3 di Univ yang sama dan pada 1964 berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang psikolog.
Sepulangnya di Indonesia, Zakiah tercatat bekerja di Kementerian Agama merangkap sebagai klinik konsultan di sana, pernah menjabat sebagai Ketua MUI (1984-1990), pernah juga menjabat Direktur Pembinaan Agama Islam, anggota Dewan Riset Nasional, mendirikan Yayasan Ruhama (lembaga pendidikan dari TK hingga SMA) yang berlokasi di Ciputat, juga pernah diamanahi sebagai Guru Besar UIN Jakarta dan menjadi Ketua Perhimpunan Perempuan Alumni Timur Tengah.
Tak hanya bekerja di berbagai perkantoran, tapi Zakiah juga aktif dalam berdakwah dan menulis. Tercatat sudah puluhan buku yang dihasilkannya bertemakan psikologi dan agama, salah satu yang populer adalah "Kesehatan Mental".
Satu hal yang menarik ketika ditanya oleh wartawan Republika tentang perempuan yang berkarier, Zakiah menjawab,
"Boleh saja, asal dia tidak meninggalkan keperempuanannya. Perempuan itu dalam pandangan Islam harus pandai menjaga diri, tidak mudah tergoda, berpakaian sopan, tetap mencintai rumah tangganya, dan bertanggung jawab, yang penting hak dan kewajiban dirinya sebagai istri dan ibu itu yang harus dia tunjukkan. Jadi, tidak terlarang jika dia berkarier",
(www.republika.co.id 15/01/2013)
0 Komentar