Oleh : Muhammad Yahya Firdaus
(Pelajar PPI 27 Situaksan Bandung)
Mungkin kata lisan itu sudah tak asing dalam benak kita, lantaran lisanlah yang menemani kita dikala hati mulai tersakiti. Senandung untaian kata-kata terucap dalam bibir ini sehingga membekas dalam hati.
DR. Bambang Irawan. M.A menjelaskan bahwa anda adalah apa yang sering anda bicarakan, Itulah adagium (pepatah) yang beliau sering sebutkan. Jika kita ingin mengetahui siapa diri kita sebenarnya maka pikirkanlah bagaimana pola kita berbicara, jika pola berbicara kita dipenuhi dengan kobohongan mungkin itulah pola hidup kita dikeseharian, karena kebohongan yang pertama akan melahirkan kebohonga-kebohongan yang lain, begitu pula sebaliknya, jikalau hidup kita dipenuhi dengan kejujuran maka begitu pula alur hidup kita membawa.
Terkadang diam membawa kita kepada kemaslahat dan terkadang pula diam membawa kemadharatan kepada kita, imam asy-Syafi’i pernah mengucapkan seuntaian kata “Banyak orang berkata, “mengapa kau diam padahal kau dimusuhi?” aku katakan kepada mereka, “menanggapi sesuatu permusuhan sama dengan melakukan kejahatan. Bersikap diam dalam menghadapi orang bodoh atau orang yang gila merupakan kebajikan jiwa. Di dalam sikap diam juga terdapat penjagaan bagi kehormatan. Tidaklah engkau lihat! Harimau-harimau hutan itu ditakuti dan disegani ketika mereka diam, sedangkan anjing di jalan raya banyak yang diempari karena selalu menggonggong”
Namun bagaimana pula diam yang bisa mendatangkan kemadhatan, diam kok jadi madharat? Diam yang menjadi madharat adalah diam yang ketika mereka melihat kemaksiatan, mereka melihat kemungkaran meraja rela, dan melihat dunia ini sudah dipenuhi dengan kemaksiatan yang kebaikan sudah tak bisa lagi menutupi kemaksiatan itu, namun mereka masih diam. Ingat sahabat Abi Sa’id al-Khudry pernah meriwayatkan hadist dari Rasulullah SAW, “Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubah dengan tangannya, apabila tidak sanggup, rubahlah dengan lisannya, apabila tidak sanggup, rubahlah dengan hatinya, yang demikian adalah selemah-lemahnya keimanan”.
Maka menjaga lidah dizaman yang membicarakan kebenaran menjadi salah dan membicarakan kesalahan bisa menjadi benar, maka hendaknya kita sekarang lebih baik menjaga lisan tanpa lupa akan amar-ma’ruf nahi Munkar, imam Syafi’i mengatakan,” jagalah lidahmu kawan, agar tidak menyengat mu, karena lidah tidak ubahnya ular berbisa. Banyak orang binasa akibat perbuatan lidah, padahal dulu mereka dihormati kawan-kawannya.
0 Komentar