Oleh : Redho al-Faritzi
(Pelajar PPI 27 Situaksan Bandung)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Ali Bin Abi Thalib adalah Khalifah keempat setelah Khalifah Utsman Bin Affan. Beliau merupakan sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad Saw.
Ketika perang Khandaq, Umat Islam pernah ditantang oleh musuh untuk duel (satu lawan satu), tepatnya oleh jagoan kafir Quraisy yang sangat ditakuti banyak orang, yaitu Amr bin Abd Wad al-Amiri.
Maka Nabi Saw. yang saat itu sebagai pemimpin peperangan bertanya kepada para sahabat, siapa yang berani untuk menanggapi tawaran Amr ini. Namun yang ada hanyalah hening. Tak ada satupun sahabat yang berani untuk memenuhi tawaran si jagoan Kafir Quraisy ini untuk berduel. Karena mengingat si Amr ini adalah orang yang paling ditakuti dan benar-benar membuat nyali berciut. Sehingga akan sulit sekali untuk membuka peluang kemenangan ketika duel dengannya.
Ketika keheningan berlangsung, Ali bin Abi Thalib pun maju, menyanggupi ajakan duel Amr bin Abd ini. 6Melihat Ali yang saat itu masih terlalu muda, Nabi Saw. pun sempat ragu dan khawatir pada Ali, sehingga Nabi Saw. pun menawarkan kembali ajakan duel itu kepada para sahabat. Sampai tiga kali, para sahabat pun masih saja terdiam dan hening karena tidak berani. Maka memang hanya Ali lah yang menyatakan siap dan berani melawan si jagoan Kafir Quraisy ini, maka Nabi Saw. pun mengizinkannya.
Maka Amr bin Abd Wad al-Amiri menanggapinya juga namun dengan tertawa mengejek, karena mengingat Ali yang waktu itu masih terlalu muda.
Namun faktanya, ketika perkelahian berlangsung, kemenangan tetap berpihak pada Ali, ketika Ali menebaskan pedangnya pada paha si Amr ini. Maka Amr pun tumbang ke tanah dan tidak bisa apa-apa karena pahanya sudah terluka oleh Ali. Kemenangan bagi Ali sudah di depan mata, sehingga satu gerakan lagi Ali bisa membunuh si Amr ini.
Namun diluar dugaan, Amr bin Abd yang sudah terpojok ini masih tetap menyempatkan untuk memberontak dengan meludahi wajah Ali bin Abi Thalib. Menanggapi hinaan itu, Ali justru menyingkir dan mengurungkan niat untuk membunuh si Amr ini. Para sahabat pun bingung, ada apa dengan Ali.
“Saat dia meludahi wajahku, aku marah. Aku tidak ingin membunuhnya lantaran amarahku. Aku tunggu sampai hilang kemarahanku dan membunuhnya karena Allah Swt. bukan karena amarahku.” Kata Ali menjawab kebingungan para sahabat atas sikap Ali.
Meskipun Amr bin Abd ini akhirnya gugur ditangan Ali, tindakan mulia Ali ini memberi beberapa pelajaran. Bahwa perjuangan dan pembelaan Islam harus berdasarkan keikhlasan dan ketulusan Iman, bukan karena nafsu kebencian dan kemarahan. Pertama yang harus ditanamkan justru adalah Ikhlas karena Allah Swt. dalam melakukan segala sesuatu dan yang harus dilawan dan diperangi justru adalah nafsu.
Wal-Lahu a'lam
0 Komentar