Oleh : Hasya Dinan Hamidah
(Pelajar PPI 27 Situaksan Bandung)
Alamiah jika manusia pernah mengalami gelisah, gusar, galau hingga
gundah tak menentu. Sebab itu sifat yang telah ditakdirkan untuk senantiasa
melekat pada diri manusia. Dalam QS. al-Ma'arij ayat 19-21, Allah ta'ala
menyebutkan dengan jelas:
{۞ إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ
الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)} [المعارج :
19-21]
( 19 ) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir.
(
20 ) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
(
21 ) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
Kilas kata
Al-Qur'an
menyebut manusia dengan ungkapan al-insan (الإنسان) sebanyak 65 kali.
Penyebutannya digunakan ketika ingin mengungkapkan sisi psikologis yang
dimilikinya.
Terkait dengan hal itu, Kegelisahan, kegundahan, kegusaran
merupakan sifat psikologis yang tentu pernah dirasakan oleh al-insan (manusia).
Lafazh al-insan juga sering diikuti oleh penyebutan karakter
negatif manusia, seperti khusrin (salah mengambil keputusan yang akhirnya
merugi), thaghaa (melanggar aturan), halu'a (gelisah), 'ajalin (tergesa-gesa),
la kanud (tidak tahu terimakasih), dan lain sebagainya.
Kesemua sifat negatif tadi sangat berpeluang besar membahayakan
diri ketika tidak berusaha untuk membingkainya ulang dengan pendekatan ruhiyyah
–kejiwaan–Terj.
Dalam
Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq Bab fil-Amli wa Thuulihi no. 6417 secara marfu',
hadits Abdullah ibn Mas'ud menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. menggambar garis
persegi empat di tanah, lalu beliau membuat garis-garis kecil dari kanan ke
kiri. Setelah selesai beliau pun membuat satu garis lurus di tengah dari bawah
ke atas. Setelah selesai maka Nabi SAW. menjelaskan: "Setiap manusia akan
berjalan pada garis lurus ini dan akan melewati berbagai persoalan hidup.
Setiap kali lolos pada rintangan pertama, maka ia akan diuji oleh rintangan
kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sampai ia bertemu dengan garis
kematiannya".
Perjalanan waktu bagi tiap manusia tentu akan memberi pengaruh,
baik itu secara fisik maupun psikis. Sebelum dia menyelesaikan dan mencapai
tujuannya, maka dia akan merasa tujuannya adalah kebutuhan utamanya.
Mufassir
ar-Razi dan Thahir ibn Atsur menerangkan jelas bahwa lafazh halu'a (هلوعا) adalah keinginan yang menggebu-gebu untuk memperoleh sesuatu
yang diinginkan bagi dirinya dan bersifat kikir untuk berbagi kecuali jika
dengan dia berbagi mendatangkan hasil bagi dirinya.
Jelaslah orang yang gelisah akan tampak pada sikapnya. Saat
sikapnya di luar kendali —menghalalkan segala cara, kikir, dengki, dsb—, maka
akan timbul emosi negatif, dia merasa bahwa hanya dirinya satu-satunya yang
layak mendapatkan tujuan tersebut.
Maka di sinilah peran Al-Qur'an sebagai solusi ampuh untuk
membingkai ulang perilaku dan emosi negatif dengan sudut pandang yang lebih
positif sehingga manusia mampu mengatasi masalah tanpa masalah.
Apa solusi ampuh yang ditawarkan Al-Qur'an bagi jiwa yang gelisah?
Simak part
selanjutnya!
0 Komentar