Oleh :
Hasya Dinan Hamidah
(Mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Bandung)
Dalam al-Qur'an, penyebutan lafadz مطر (
mathar—bukan hanya berarti hujan—) ada banyak, begitu pun lafadz رحمة
(rahmat). Di sini kita langsung khususkan ayat yang menyebutkan keduanya
bersamaan secara lafdzi maupun maknawi.
QS. Fathir [35] : 2
﴿مَّا یَفۡتَحِ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ مِن
رَّحۡمَةࣲ فَلَا مُمۡسِكَ لَهَاۖ وَمَا یُمۡسِكۡ فَلَا مُرۡسِلَ لَهُۥ مِنۢ
بَعۡدِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ﴾
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada
manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa
saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya
sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam Al-Jaami' li Ahkaamil-Qur'an, Abu Abdillah Al-Qurthubi [671 H]
menyatakan bahwa sebagian ulama menafsirkan lafadz rahmat dalam ayat tersebut
sebagai hujan dan rezeki. Ada pula yang mengatakan bahwa rahmat di sana maksudnya
Rasulullah saw. mengacu pada ayat وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةࣰ
لِّلۡعَـٰلَمِینَ
(QS. al-Anbiya: 107). Adh-Dhahhak mengatakan itu adalah doa. Ibnu `Abbas ra.
menyebut itu adalah permintaan taubat. Ada pula yang berpendapat dibukakannya
taufik dan hidayah. Namun, yang lebih tepat makna rahmat di sini mencakup
kesemua itu.
Kebesaran Allah dan keindahan ayat tentang
hujan ini bertebaran dalam banyak surah, dua di antaranya surat Nuh ayat 11 dan
surat Qaf bagian tengah pada halaman pertama. Secara eksplisit Allah ta`ala
menyebutkan rahmatnya berupa hujan dengan begitu sungguh-sungguh. Namun
keterkaitan fenomena tersebut dengan kisah pembangkangan kaum Nuh, Ashhaabur-Rass,
kaum Tsamud, kaum `Aad, Fir`aun, dkk., inilah yang perlu jadi bahan renungan.
Kalau kita menilik peristiwa Rasulullah saw.
bersama 314 shahabatnya pada 16 Ramadhan 2 Hijriyyah, ingat? Hujan menjadi
penenang dari Allah ta`ala bagi kaum muslimin dan menyulitkan mobilitas kaum
musyrikin yang jumlahnya ribuan orang.
Di lain cerita saat diskusi dengan para pegiat
kebahasaan, seorang pengajar linguistik Universitas Nahdhatul Ulama Indonesia,
Faris Alnizar mengirimkan tulisannya yang dimuat di kolom harian Kompas
(26/4/2022). Pengguna lainnya menanggapi “Penulis menggugat frasa terjebak
hujan. Apakah hujan betul betul dapat menjebak manusia karena ada
tanda-tandanya. Padahal dengan tanda-tanda tersebut kita bisa menghindarkan
diri dari situasi ‘terjebak’.”
Sampai di sini, pertanyaan “Apakah (menurut
kalian) hujan itu rahmat?”, sebenarnya sudah terjawab. Simpulannya hujan memang
sebuah rahmat dari Allah ta`ala untuk bumi ini; untuk makhluk yang ada di sana
juga, termasuk manusia. Namun, seperti gugatan praktisi linguistik tadi —satu
di antara sering dan banyaknya manusia mengeluh karena hujan—, umumnya manusia
telah mendiskreditkan hujan sebagai suatu hal yang tidak menguntungkan.
Sayangnya, hal tersebut telah tertanam dalam
benak kita juga. Padahal, saat-saat hujan turun justru termasuk 13 waktu
mustajabnya doa lho!. Dan ingat! doa ketika turun hujan memiliki arti “Ya
Allah, jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat”. Maha Sempurna Allah yang telah menciptakan dan
mengatur seluruh alam semesta ini.
Wal-Llaahu
ta`aala A'lam.
0 Komentar