Mengenal Tauhid

Oleh :

Naser Abdurrahman

(Pelajar Pesantren Persis 27 Situaksan Bandung)

Hal yang lumrah bagi seorang muslim bila ditanya “siapakah Tuhanmu?” Maka sudah barang tentu jawabannya adalah Allah Swt. Namun, tak jarang kita temui sebagian kaum muslim belum sepenuhnya mengetahui bagaimana caranya beretika atau berakhlak kepada Allah Swt. itu sendiri. Para ulama menjelaskan bahwa metode yang harus ditempuh adalah dengan bertauhid kepada-Nya.

Tauhid menurut bahasa merupakan bentuk derivat atau berasal dari kata wahhada-yuwahhidu (وحّد-يوحّد) yang berarti menjadikan sesuatu satu saja. Sedangkan menurut istilah syar'i adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya.

Tauhid sendiri sering dikaitkan dengan ucapan tahlil, yaitu “Laa ilaaha illa-'Llah”,

((لا إله إلا الله

Relasi yang terjalin antara tauhid dengan ucapan tahlil dijelaskan oleh Syaikh Al-'Utsaimin bahwa makna tauhid sendiri terdiri dari penafian dan penetapan (nafi dan itsbat). Penafian tercantum pada kalimat “Laa Ilaaha” (tidak ada ilah/sesembahan) sedangkan penetapan terdapat di dalam kalimat “Illa-'Llah” (kecuali Allah). Sehingga kalimat tahlil dapat diterjemahkan menjadi “Tidak ada ilah yang berhak untuk disembah kecuali Allah”.[1]

Perlu untuk diketahui juga, Tauhid diklasifikasikan (dibagi) menjadi 2 jenis, yaitu Tauhid I'tiqadi dan Tauhid ‘Amali. Tauhid I’tiqadi adalah memercayai Allah sebagai satu-satunya ilah yang berhak disembah, sedangkan Tauhid ‘Amali merupakan tauhid yang direalisasikan melalui perbuatan, seperti shalat atau ibadah hanya tertuju kepada Allah saja dan tidak melalui perantaraan lainnya.

Lawan dari tauhid adalah syirik. Syiriksingkatnyaadalah menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Dengan kata lain, memercayai adanya kekuasaan yang lebih atau setara dengan Allah pada wujud materiel (pohon, batu, senjata, dll.) maupun non-materiel (dewa, roh-roh leluhur, dll.) itu disebut dengan syirik, orang yang melakukannya disebut musyrik. Namun, orang yang sebatas menjadikan benda-benda di atas sebagai perantaraan kepada Allah tidaklah menjadi kafir/murtad dari Islam, dia hanya melakukan dosa besar saja. Allah berfirman,

{ إِنَّ ٱللَّهَ لَا یَغۡفِرُ أَن یُشۡرَكَ بِهِۦ وَیَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن یَشَاۤءُۚ وَمَن یُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰۤ إِثۡمًا عَظِیمًا }

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S An-Nisa’ [4]: 48)

Mengenai dalil yang terdapat dalam Q.S Al-Maidah [6]: 92, berikut jelasnya.

{   إِنَّهُ مَن یُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِینَ مِنۡ أَنصَارࣲ }

“Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim itu.”

Dalil ini hanya diperuntukkan kepada orang yang menjadikan Nabi Isa sebagai Allah atau tsaalitsu tsalaatsah (trinitas), maka mereka itulah yang divonis oleh Allah masuk neraka dan kekal selama-lamanya. Bukan kepada seorang muslim yang masih mempercayai Allah sebagai satu-satunya ilah.[2]

Wal-'Llahu A'lam.



[1] Syarhu Utsuluts-Tsalatsah, hlm. 39

[2] Tafsir Ibnu Katsir 3/157-158 

Posting Komentar

0 Komentar